Tidak hanya itu, Kapolri juga mengarahkan agar rekaman berkaitan proses interogasi polisi terhadap tersangka tidak ditayangkan termasuk rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian.
Dalam telegram tersebut juga ada arahan Kapolri langsung kepada media yang berkaitan dengan kode etik jurnalistik.
Baca Juga: Tri Rismaharini Bawakan Varian Makanan Baru untuk Korban Banjir NTT: Biar Enggak Bosen
Contohnya seperti tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan atau kejahatan seksual termasuk menyamarkan identitas pelaku, korban maupun keluarga kejahatan seksual.
Tidak hanya kejahatan seksual, media juga tidak diperkenankan menayangkan secara eksplisit adegan bunuh diri, ataupun adegan tawuran secara detail dan berulang-ulang.
Selain yang diatas, media juga tidak diperbolehkan menampilkan tata cara pembuatan dan pengaktifan bahan peledak.
Baca Juga: Update Covid-19 Jawa Barat per Hari Ini Kamis 8 April 2021, Sentuh 254.419 Kasus
Poin yang ada di dalam telegram itu juga meminta media untuk tidak ikut dalam penangkapan pelaku kejahatan.
Di sisi lain, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri, Brigadir Jenderal Rusdi Hartono menambahkan, penerbitan Telegram itu dilakukan untuk meningkatkan kinerja Polri.
Namun pada kenyataannya telegram ini justru menuai polemik dan kesalahpahaman. Menghindari kesalahan tafsir, Kapolri justru mengambil tindakan cepat dengan mencabutnya.