KPK Tetapkan 7 Tersangka Kasus Suap Benih Lobster, ICW Berikan Saran Hukuman Tambahan untuk Koruptor

- 22 Februari 2021, 13:57 WIB
Ilustrasi KPK.
Ilustrasi KPK. /Ilustrasi KPK. /ANTARA/Sigid Kurniawan

PR MAJALENGKA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semenjak akhir tahun 2020 lalu diketahui bekerja keras menyelesaikan kasus korupsi yang melibatkan dua mantan Menteri.

Mulai dari mantan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo yang terjerat dalam kasus suap perizinan ekspor benih lobster di KKP.

Ada juga kasus korupsi bantuan sosial (Bansos) Covid-19 yang menjerat mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara.

Baca Juga: Spoiler dan Link Streaming Ikatan Cinta Malam Ini: Nasib Elsa Semakin Terancam!

Dikutip PikiranRakyat-Majalengka.com dari Antaranews.com, baru-baru ini KPK memanggil Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP, Sjarief Widjaja sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap perizinan ekspor benih lobster di KKP.

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam suatu kesempatan menyampaikan, pemanggilan tersebut dilakukan untuk menjadi saksi dari tersangka mantan Menteri KKP, Edhy Prabowo.

Sejauh ini, KPK juga telah memanggil lima saksi lain untuk tersangka Edhy Prabowo mantan Menteri KKP.

Setidaknya KPK sudah menetapkan tujuh tersangka yang berkaitan dengan kasus suap perizinan ekspor benih lobster di KKP.

Baca Juga: Australia Terbuka: Kalahkan Medvedev, Novak Djokovic Australia Terbuka ke-18 Sepanjang Karirnya

Sebagai penerima suap, Edhy Prabowo, Staf Khusus Edhy Prabowo sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri, dan Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Misanta Pribadi.

Kemudian Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin, pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi, dan Ainul F. Selaku staf istri Edhy Prabowo.

Di sisi lain, pemberi suap yakni, Direktur PT. Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP), Suharjito kini sudah berstatus terdakwa.

Baca Juga: Bantah Kabar Nissa Sabyan dan Ayus Pesan Kamar dengan Connecting Door, Komar: Pasti Ada yang Menemani

Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari $103 ribu atau sekitar Rp1,4 miliar dan Rp706 juta kepada Edhy Prabowo.

DPPP sendiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor dan impor produk pangan, seperti benih bening lobster, daging ayam, daging sapi, dan daging ikan.

Berkaitan dengan kasus ini publik memang sempat ramai mengenai wacana hukuman mati yang dikenakan pada kedua mantan menteri, Edhy Prabowo dan Juliari Batubara.

Baca Juga: Pesawat Militer Meksiko dan Nigeria Jatuh, Penumpang Dinyatakan Tewas

Indonesia Corruption Watch (ICW) justru memiliki pendapat berbeda dalam pemberian hukum kepada koruptor.

Dikutip dari sumber yang sama, ICW menilai hukuman diberikan harus memiliki efek jera kepada pelaku kejahatan korupsi, lebih tepat jika dikenakan kombinasi hukuman yakni, pemidanaan penjara seumur hidup dan diikuti pemiskinan koruptor.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana berpendapat hukuman kombinasi dapat diterapkan kepada koruptor.

Baca Juga: 6 Tips Tangani Mobil Setelah Terendam Banjir, Jangan Langsung Dinyalakan!

“Kombinasi hukuman berupa pemidanaan penjara maksimal (seumur hidup) serta diikuti pemiskinan koruptor (pengenaan uang pengganti untuk memulihkan kerugian keuangan negara) atau menjerat pelaku dengan Undang-Undang anti Pencucian Uang,” ujar Kurnia.

Sementara hukuman mati sendiri ICW melihatnya dalam dua hal.

Pertama, penerapan hukuman mati bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

Baca Juga: Ini Kebiasaan Unik yang Sering Dilakukan Jimin BTS, Nomor 5 Bikin Terpesona

Kedua, sampai saat ini belum ditemukan adanya korelasi konkret pengenaan hukuman mati dengan menurunnya jumlah perkara korupsi di suatu negara.

“ICW berpandangan untuk saat ini, lebih baik fokus pada penanganan perkaranya saja,” ucap Kurnia.

Menanggapi ramainya tuntutan publik termasuk Wakil Menteri Hukum dan HAM yang meminta hukuman mati pada dasarnya bisa dimengerti ICW.

Baca Juga: Ini Kebiasaan Unik yang Sering Dilakukan Jimin BTS, Nomor 5 Bikin Terpesona

“Sebab, korupsi yang dilakukan kedua orang tersebut memang sangat keji dan dilakukan di tengah kondisi ekonomi negara maupun masyarakat sedang merosot karena pandemi,” ujar Kurnia

Hukuman mati sendiri sebenarnya diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Namun sebagai catatan, bahwa dua mantan Menteri tersebut belum disangkakan dengan pasal tentang kerugian, karena sejauh ini baru terkait penerimaan suap.***

Editor: Asytari Fauziah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah