Pemberitaan Media Luar Negeri Soal Indonesia Rancang Kebijakan Program Biodiesel Tetap Berjalan

4 Desember 2020, 15:30 WIB
Ilustrasi, kebun kelapa sawit. /PIXABAY/Bishnu Sarangi/

PR MAJALENGKA - Indonesia harus melakukan perubahan kebijakan untuk memastikan dapat terus mensubsidi program biodiesel yang ambisius.

Hal itu dikatakan oleh kepala badan pemerintah yang mengumpulkan dan mengelola pungutan ekspor minyak sawit pada konferensi virtual hari Rabu 2 Desember.

Produsen minyak sawit terbesar di dunia mewajibkan solar untuk dicampur dengan 30 persen kandungan bio (B30).

Baca Juga: Google Disebut Langgar Undang-Undang Ketenagakerjaan Amerika Serikat

Dikutip Majalengka.Pikiran-Rakyat.com dari Reuters.com, akan tetapi rencana untuk meningkatkan menjadi 40 persen telah ditunda karena masalah pendanaan.

“Selisih harga antara minyak sawit mentah dan solar yang semakin melebar pada tahun 2929 menjadi tantangan bagi program wajib biodiesel,” kata Eddy Abdurrachman.

Eddy merupakan Direktur Utama Badan Dana Perkebunan (BPDP).

Baca Juga: 6 Kebiasaan Orang Jepang yang Dikagumi Orang Asing, Salah Satunya Minum Air Kran

Menurut Eddy, diproyeksikan pada 2021 akan ada peningkatan dana yang cukup signifikan.

Eddy memperkirakan tahun depan Indonesia akan mengkonsumsi biodiesel 9,59 juta kiloliter.

Program biofuel Indonesia bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan minyak sawit dalam negeri dan mengurangi impor minyak.

Baca Juga: Yeji ITZY Melakukan Live Broadcast Larut Malam, Penggemar: Kami Sangat Sibuk

Akan tetapi penurunan harga minyak mentah tahun ini telah membuatnya kurang ekonomis.

“Diperlukan penyesuaian kebijakan,” kata Eddy.

Paulus Tjakrawan dari Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia mengatakan dalam konferensi tersebut terkait hal ini.

Baca Juga: Pemerintah Fasilitasi Warga Israel Masuk Indonesia, Fadli Zon: Ini Bentuk Penghianatan

Ia membahas selisih harga antara komponen dalam biodiesel, fatty acid methyl ester (FAME) yang terbuat dari minyak sawit, dan solar naik menjadi US$400 per ton atau Rp5,6 juta dengan kurs Rp14.197 per ton pada tahun 2020, dari sekitar US$100 atau Rp1,4 juta di tahun lalu.

Indonesia perlu meningkatkan pungutan kelapa sawit, memberlakukan pajak cukai bahan bakar atau membuat perusahaan kelapa sawit berkontribusi pada subsidi guna menopang program.

Hal itu dikatakan Bustanul Ariffin, ekonom di Institute for Development of Economics and Finance.

Baca Juga: Hibahkan Perahu Wisata untuk Situ Rawa Besar Depok, Ridwan Kamil: Sebagai Rasa Sayang Pak Gubernur

Dia mengatakan bahwa menambahkan program mungkin membuat defisit sebesar Rp12,2 triliun pada tahun depan.

Sejak Juni tahun, Indonesia telah memungut pajak untuk ekspor minyak sawit, berapa pun harganya.

Menteri Ekonomi, Airlangga Hartarto mengatakan pada Reuters bahwa ada rencana untuk merevisi pajak ekspor minyak sawitnya.

Baca Juga: Sekjen PBB Sebut Vaksin Belum Cukup untuk Perbaiki Dampak Covid-19 yang Berlangsung Bertahun-Tahun

Hal itu guna memungkinkan pengumpulan pajak yang lebih tinggi ketika harga naik, tetapi belum ada peraturan yang dikeluarkan.

Pejabat Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan konsumsi biodiesel Indonesia tahun 2020 setara dengan 165.256 barel minyak per hari, dan menghemat 25,6 juta ton karbon.

Meskipun biodiesel menjanjikan emisi yang lebih rendah, pembukaan lahan untuk menanam minyak sawit telah menimbulkan kekhawatiran tentang deforestasi. ***

Editor: Asytari Fauziah

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler