“Tugas polisi itu untuk menjaga dan melindungi masyarakat, jika melanggar itu artinya saya melawan hukum,” ucapnya.
“Tapi kenyataannya polisi dan militer Myanmar justru diminta menembaki masyarakat, karena bertentangan jadi aku berfikir tidak perlu mengikuti perintah itu,” sambung Tha Peng.
Baca Juga: Kecelakaan Bus Terjadi di Wado, Ridwan Kamil Sampaikan Dukacita hingga Beri Imbauan untuk Sopir
Dia juga menambahkan bahwa dalam aturan sebenarnya, polisi hanya diperbolehkan menggunakan peluru karet atau menembak demonstran di bawah lutut.
Namun, disaat seperti ini Tha Peng justru diperintahkan atasannya untuk menembak demonstran sampai mereka mati.
Tha Peng mengatakan kalau sejak tanggal 6 Februari sampai tanggal 26, orang-orang dibebaskan untuk mengadakan demo dan protes.
Baca Juga: Dikritik Soal Jalan Rusak, Perangkat Desa di Sukabumi Malah Marah-marah, Suruh Pelaku Minta Maaf
Tetapi, sejak tanggal 28 Februari semuanya berubah. Protes kini dilarang dan pihak keamanan diperintah untuk membubarkan orang-orang.
“Jika para demonstran tidak mengikuti perintah kami untuk bubar, kami diperintahkan oleh atasan untuk menembak mereka,” ujarnya.
“Saya tidak bisa menerima perintah untuk menembak orang-orang saya sendiri, jadi saya putuskan untuk pergi keluar dari Myanmar,” sambung Tha Peng.