Polisi Myanmar Berkhianat Setelah Diperintah Atasan untuk Menembaki Para Demonstran Sampai Mati

12 Maret 2021, 11:30 WIB
Demonstran Myanmar, seorang polisi berkhianat dari atasan dan memilih kabur ke India. /REUTERS/Stringer

PR MAJALENGKA- Kejadian yang ada di Myanmar kini sudah mengundang perhatian banyak orang di dunia.

Mulai dari kudeta yang dilakukan pihak militer sampai kekerasan yang terjadi pada demonstran yang menentang kudeta selama satu bulan belakangan ini.

Satu persatu kisah di Myanmar mulai mengetuk empati dunia, mulai dari kematian wanita-wanita muda yang menjadi ikon penyemangat demonstran.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Gambar yang Pertama Kali Dilihat Mengungkap Bahasa Cinta Milikmu

Kini ada kisah dari seorang polisi Myanmar yang membelot dan kabur ke India.

Dikutip PikiranRakyat-Majalengka.com dari kanal youtube South China Morning Post, polisi ini berkhianat lantaran menolak perintah atasannya untuk memberi tembakan kepada demonstran anti kudeta.

Tha Peng (bukan nama lengkap) memilih kabur dan terbang ke India setelah menolak perintah atasannya tersebut.

Baca Juga: Viral Spaces di Twitter, Fitur Audio Chat Room yang akan Hadir Secara Global pada April 2021 Mendatang

Dia percaya, bahwa tugas seorang polisi adalah untuk melindungi orang bukanlah sebaliknya.

“Tugas polisi itu untuk menjaga dan melindungi masyarakat, jika melanggar itu artinya saya melawan hukum,” ucapnya.

“Tapi kenyataannya polisi dan militer Myanmar justru diminta menembaki masyarakat, karena bertentangan jadi aku berfikir tidak perlu mengikuti perintah itu,” sambung Tha Peng.

Baca Juga: Kecelakaan Bus Terjadi di Wado, Ridwan Kamil Sampaikan Dukacita hingga Beri Imbauan untuk Sopir

Dia juga menambahkan bahwa dalam aturan sebenarnya, polisi hanya diperbolehkan menggunakan peluru karet atau menembak demonstran di bawah lutut.

Namun, disaat seperti ini Tha Peng justru diperintahkan atasannya untuk menembak demonstran sampai mereka mati.

Tha Peng mengatakan kalau sejak tanggal 6 Februari sampai tanggal 26, orang-orang dibebaskan untuk mengadakan demo dan protes.

Baca Juga: Dikritik Soal Jalan Rusak, Perangkat Desa di Sukabumi Malah Marah-marah, Suruh Pelaku Minta Maaf

Tetapi, sejak tanggal 28 Februari semuanya berubah. Protes kini dilarang dan pihak keamanan diperintah untuk membubarkan orang-orang.

“Jika para demonstran tidak mengikuti perintah kami untuk bubar, kami diperintahkan oleh atasan untuk menembak mereka,” ujarnya.

“Saya tidak bisa menerima perintah untuk menembak orang-orang saya sendiri, jadi saya putuskan untuk pergi keluar dari Myanmar,” sambung Tha Peng.

Baca Juga: Polisi Tangkap Kurir Narkoba Jaringan Antar Negara di Riau, Para Pelaku Diancam Hukuman Mati

Bentrokan yang intens di Myanmar antara demonstran dan pihak keamanan terus terjadi hampir tiap hari selama sebulan ini.

Setidaknya ada 60 orang yang meninggal dan hampir dua ribu orang ditahan sejak awal kudeta militer pada 1 Februari.

Tha Peng sendiri menjadi petugas polisi pertama yang kabur untuk mengungkap pengalamannya atas apa yang terjadi di Myanmar.

Baca Juga: Mempermudah Masyarakat Urus SIM dan STNK, dengan Sistem Online dan Diantar Sampai Rumah!

Sudah ada sekitar 100 orang yang menyelamatkan diri ke India dari Myanmar semenjak demonstrasi penolakan kudeta berlangsung.

Beberapa diantaranya termasuk Tha Peng telah berlindung di negara bagian Mizoram, yakni di salah satu kota perbatasan India.

Mengetahui hal tersebut, Junta Myanmar meminta pihak berwenang untuk menahan dan mengembalikan delapan petugas yang kabur ke sana.

Baca Juga: Ringkasan Berita Man Utd, Cristiano Ronaldo Hampir Mendarat di Old Trafford pada Tahun Lalu

Namun pemerintah India belum memberi keputusan mengenai proses kepulangan warga Myanmar yang kabur.

Menteri Mizoram justru mengatakan bahwa para pelarian tersebut akan diterima sementara untuk berlindung dan mendapat makanan.

Tha Peng menceritakan bahwa dirinya takut untuk kembali ke Myanmar.

“Saya rindu dengan keluarga, saya sudah menikah dan memiliki dua anak dan tiap malam selalu merindukan mereka sampai tidak bisa tidur,” katanya.

“Jika kami bisa mewujudkan demokrasi dan kudeta militer selesai atau tidak ada lagi, saya akan kembali ke Myanmar,” sambung Tha Peng.***

Editor: Asytari Fauziah

Sumber: South China Morning Post

Tags

Terkini

Terpopuler