Menteri Dalam Negeri Prancis Sebut Akan Periksa 76 Masjid yang Diduga Terlibat Separatisme

- 6 Desember 2020, 08:49 WIB
Menteri Dalam Negeri Prancis.*
Menteri Dalam Negeri Prancis.* /Twitter.com/@GDarmanin

PR MAJALENGKA – Pemerintah Prancis melakukan tindakan untuk memerangi yang mereka sebut sebagai ‘ekstremisme’ agama.

Dikutip Majalengka.Pikiran-rakyat.com dari Aljazeera, Pemerintah melakukan pemantauan pada 76 masjid yang dicurigai terlibat ‘separatisme’.

Melalui akun Twitternya, Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanis menulis isi wawancaranya dengan Radio RTL terkait hal tersebut.

Baca Juga: Presiden Tiongkok Meminta Pasukan Militer Siap Bertempur Setelah India Membuat Keputusan Kontroversi

“76 masjid yang diduga separatisme akan diperiksa dalam beberapa hari mendatang dan yang harus ditutup akan ditutup,” kata Gerald Darmanis

Selain itu, ia juga mengatakan setidaknya ada 66 migran tidak berdokumen yang diduga melakukan radikalisasi dan telah dideportasi.

Presiden Pranciz Emmanuel Macron telah menanggapi serangan mematikan dalam beberapa pekan terakhir dengan janji untuk menindak hal tersebut.

Baca Juga: Media Asing Soroti Demonstrasi Orang Papua Demi Merdeka dari Indonesia

Darmanin mengungkapkan, 76 masjid dari 2.600 lebih tempat ibadah Muslim, telah ditandai sebagai kemungkinan ancaman terhadap nilai-nilai Republik Prancis dan keamanannya.

“Ada di beberapa daerah terkonsentrasi tempat ibadah yang jelas anti Republik,” ungkapnya.

Inspeksi yang akan dilakukan adalah bagian dari tanggapan terhadap dua serangan yang mengejutkan Prancis.

Baca Juga: Sebelum Didistribusikan, Moderna Mulai Uji Coba Vaksin Covid-19 Kepada Anak Usia 12 hingga 17 Tahun

Darmanin tidak menyebutkan dengan jelas terkait lokasi tempat ibadah yang akan diperiksa.

Dalam catatan yang dia kirim ke kepala keamanan regional yang dilihat oleh kantor berita AFP, dia mencantumkan 16 alamat di wilayah Paris dan 60 lainnya di seluruh negeri.

Darmanin mengatakan fakta hanya sebagian kecil dari 2.600 tempat ibadah Muslim di Prancis yang diduga menjajakan teori-teori radikal.

“Hampir semua Muslim di Prancis menghormati hukum Republik dan terluka karenanya,” ucap Darmanin.

Baca Juga: Ujian Masuk Perguruan Tinggi di Korea Selatan Diikuti Lebih dari 426.000 Siswa

Pada bulan Oktober, Macron menyusun rencana guna mengatasi hal yang disebutnya ‘separatisme Islam’.

Ia juga menggambarkan Islam sebagai agama yang mengalami krisis di seluruh dunia, dan komentar itu membuat marah Muslim di Prancis dan secara global.

Prancis adalah rumah bagi populasi minoritas Muslim terbesar di Eropa, dan beberapa takut dihukum secara kolektif setelah serangkaian serangan dalam beberapa bulan terakhir.

Baca Juga: Tentara Filipina Dikecam Atas Dugaan Kejahatan Perang

Pada 20 Oktober 2020, Prancis memerintahkan penutupan sementara sebuah masjid di luar Paris, sebagai tindakan terhadap orang-orang yang diduga menghasut kebencian.

Hal itu dilakukan setelah pembunuhan guru Samuel Paty, yang telah menunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW di kelasnya.

Masjid Agung Pantin, di pinggiran kota telah membagikan video di halaman Facebook-nya sebelum serangan yang melampiaskan kebencian terhadap Paty.

Baca Juga: Google Disebut Langgar Undang-Undang Ketenagakerjaan Amerika Serikat

Prancis juga menutup dua organisasi-organisasi amal Muslim BarakaCity dan kelompok hak-hak sipil yang memantau kejahatan rasial Collective Against Islamophobia in France (CCIF).

Kedua organisasi itu membantah tuduhan pemerintah bahwa mereka menyembunyikan hubungan radikal.

Tindakan keras pemerintah telah membuat beberapa Muslim merasa semakin terasing di negara mereka sendiri.

Baca Juga: Sekjen PBB Sebut Vaksin Belum Cukup untuk Perbaiki Dampak Covid-19 yang Berlangsung Bertahun-Tahun

Beberapa pemimpin Muslim yang mendukung perjuangan pemerintah melawan ekstremisme telah memperingatkannya agar tidak sengaja menyamakan sebagian besar keyakinan mereka dengan pemicu kebencian. ***

Editor: Asri Sulistyowati

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah