Mengenal Karya Syair Penghayatan Hidup Jalaluddin Ar-Rumi

- 13 Agustus 2023, 18:20 WIB
Jalaludin Rumi Seorang Penyair
Jalaludin Rumi Seorang Penyair /bang anto/

BERITA MAJALENGKA - Jalaluddin Ar-Rumi bernama lengkap Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri.

Beliau adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 H, atau 30 September 1207 M. Ayahnya bernama Bahauddin Walad, dan ibunya berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm.

Ayah Rumi adalah seorang cendekia yang saleh, mistikus yang berpandangan ke depan, seorang guru yang terkenal di Balkh.

Saat Rumi berusia 3 tahun, keluarganya meninggalkan Balkh menuju Khorasan karena adanya bentrok di kerajaan. Dari sana Rumi dibawa pindah ke Nishapur, tempat kelahiran penyair dan ahli matematika Omar Khayyam.

Baca Juga: Ini yang Ibu Butuhkan Saat Memberikan ASI untuk Sibuah Hati Selain Asupan yang Sehat

Di kota ini, Rumi bertemu dengan Attar yang meramalkan Rumi kelak akan masyhur yang akan menyalakan api gairah ketuhanan.

Kumpulan puisi Rumi yang terkenal bernama al-Matsnawi al-Maknawi, konon adalah sebuah revolusi terhadap Ilmu Kalam yang kehilangan semangat dan kekuatannya.

Isinya juga mengeritik langkah dan arahan filsafat yang cenderung melampaui batas, mengebiri perasaan dan mengkultuskan rasio. Puisi Rumi memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan para sufi penyair lainnya.

Melalui puisi-puisinya Rumi menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin didapat lewat cinta, bukan semata-mata lewat kerja fisik.

Baca Juga: Ridwan Kamil Hadir dalam Festival Merah Putih, Bentangkan Bendera Sepanjang 100 Meter

Dalam puisinya Rumi juga menyampaikan bahwa Tuhan sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang menyamainya.

Ciri khas lainnya yang membedakan puisi Rumi dengan karya sufi penyair lain adalah seringnya Rumi memulai puisi dengan menggunakan kisah-kisah.

Kisah-kisah ini digunakan sebagai alat pernyataan pikiran dan ide. Banyak dijumpai berbagai kisah dalam satu puisi Rumi yang tampaknya berlainan namun nyatanya memiliki kesejajaran makna simbolik.

Di bawah ini adalah salah satu syair Rumi sebagai ketinggian pemahaman dan penghayatan hidup Rumi terhadap nilai-nilai kesufian:

Baca Juga: Ridwan Kamil Apresiasi Insan Pertanian Berprestasi di Jawa Barat Atas Kerja Kolektifnya

Ia berkata, “Siapa itu berada di pintu?”
Aku berkata, “Hamba sahaya Paduka.”
Ia berkata, “Kenapa kau ke mari?”
Aku berkata, “Untuk menyampaikan hormat padamu, Gusti.”
Ia berkata, “Berapa lama kau bisa bertahan?”
Aku berkata, “Sampai ada panggilan.”
Aku pun menyatakan cinta, aku mengambil sumpah bahwa demi cinta aku telah kehilangan kekuasaan.
Ia berkata, “Hakin menuntut saksi kalau ada pernyataan.”
Aku berkats, “Air mata adalah saksiku, pucatnya wajahku adalah buktiku.”
Ia berkata, “Saksi tidak sah, matamu juling.”
Aku berkata, “Karena wibawa keadilanmu mataku terbebas dari dosa.”

Kebesaran Rumi terletak pada kedalaman ilmu dan kemampuan mengungkapkan perasaannya ke dalam bahasa yang indah.

Karena kedalaman ilmunya itu, puisi-puisi Rumi juga dikenal mempunyai kedalaman makna. Dua hal itulah yang menyebabkan puisi-puisi Rumi sulit tertandingi oleh penyair sufi sebelum maupun sesudahnya.***

Baca Juga: Mengenal Pahlawan Muslimah Kemerdekaan Indonesia

Editor: Rian S. Putra

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah