6 Pembaruan dalam Bidang K3, Pengenalan Kesehatan Mental Salah Satunya

- 26 Februari 2021, 08:00 WIB
Ilustrasi pekerja.
Ilustrasi pekerja. /freepik.com/aleksandarlittlewolf

PR MAJALENGKA – Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan hal yang penting bagi pekerja.

Dikutip dari PikiranRakyat-Majalengka.com dari bissafety.com, berdasarkan data statistik Biro Ketenagakerjaan Amerika Serikat, dilaporkan ada 5.333 kematian di tempat kerja di tahun 2019 dan total ada 888.200 cedera di tempat kerja.

Jumlah  kematian ini meningkat 113 orang atau naik dua persen dibandingkan dengan tahun 2018.

Baca Juga: Penembakan Cengkareng Tewaskan Satu Orang Anggota Kostrad TNI AD, Berikut Tanggapan Pangdam Jaya

Cedera seperti keseleo, tegang, dan robekan adalah yang paling umum terjadi pada 295.180 kasus yang dilaporkan.

Sementara untuk data di tahun 2020 belum bisa diterbitkan, terlebih sekarang muncul tantangan baru bernama Covid-19.

Tantangan ini membuat perusahaan lebih mengedepankan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Baca Juga: Menkominfo dan Dubes Perancis Bahas 3 Perkembangan Proyek Strategis, Salah Satunya Satelit

Penggunaan berbagai macam perangkat teknologi digunakan, seperti contoh, video konferensi yang sebagian besar digunakan demi menjaga jarak masing-masing,tetapi hal ini juga jadi bermanfaat bagi perusahaan secara tetap.

Kepemimpinan di lingkup keselamatan tidak hanya menyelamatkan nyawa namu juga menawarkan sebuah pengembalian yang cukup menarik di sektor investasi.

Berdasarkan Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat, perusahaan rata-rata bisa menghemat sekitar 37.000 dolar Amerika ketika kecelakaan kerja berhsail dicegah.

Baca Juga: Layanan Kargo Telah Diresmikan di BIJB Kertajati Majalengka, Simak Harapan Ridwan Kamil

Berikut enam hal yang bisa jadi akan menjadi tren mengenai keselamatan dan kesehatan kerja di tahun 2021.

  1. Kepemimpinan Atas-Bawah

Hampir setiap hari baik supervisor maupun pekerja terpapar oleh bahaya sehingga sudah sepatunya keselamatan dijadikan prioritas.

Jika ingin memulai reformasi, maka kepemimipinan keselamatan harus dimulai dari manajemen puncak atau manajemen teratas.

Baca Juga: Perusahaan Decacorn Asal Indonesia Berencana Kembangkan Layanan Keuangan di Thailand dan Vietnam

Pekerja bisa saja mengikuti kebijakan atau peraturan yang telah ditetapkan, tetapi manajemenlah yang harus menciptakan budaya keselamatan.

Jika ingin mencapai yanga namanya keselamatan di tempat kerja maka diperlukan pengetahuan tentang bahaya tertentu di tempat kerja dan cara mengatasinya.

Salah satu yang dapat dilakukan,misalnya dengan pemberian pelatihan keamanan secara daring, selama pekerja tidak terpapar oleh Covid-19 dan mereka pun bisa belajar sesuai dengan kapasitas mereka sendiri.

Baca Juga: Dinilai Miliki Semangat Tinggi, Lady Marsella Ditunjuk Kemenparekraf Jadi Duta Satgas Toilet

Saat sekarang ini, sudah ada beberapa daerah pemerintahan yang sudah mengetahui pelatihan keamanan secara daring sebagai salah satu persyaratan wajib mereka.

  1. Alat Pelindung Diri yang Canggih

Jika ada suatu potensi bahaya di tempat kerja, sebisa mungkin harus diidentifikasi dan dihilangkan sumber bahaya tersebut.

Jika masih tidak bisa, setidaknya dengan mengurangi intensitas dari sumber bahaya itu sendiri.

Baca Juga: Tips Sehat Bugar Walau Olahraga dari Rumah

Berdasarkan hirarki pengendalian bahaya, jika suatu bahaya sudah tidak bisa ditangani muali dari tahapan eliminasi, subtitusi, pengendalian secara teknik, dan pengendalian secara administratif, maka jalan terakhir adalah penggunaan alat pelindung diri.

Perusahaan wajib memastikan para personel menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) minimum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Salah satu konsep yang mungkin akan menarik adalah, konsep APD yang canggih dengan menggabungkannya dengan sensor pintar dan konektivitas tanpa kabel atau nirkabel.

Baca Juga: Dampingi Presiden Tinjau Vaksinasi Covid-19 Awak Pers, Menkominfo: Kawal Agar Sukses

Fungsinya cukup beragam, misalnya sensor akan membantu pekerja mendeteksi bahaya yang tidak mereka sadari dan akan mengirimkan sinyal untuk menghindarinya.

Sensor tersebut juga bisa memeriksa tanda-tanda vital misalnya pada suhu tubuh dan detak jantung.

Pembatasan jarak juga akan jauh lebih mudah dengan APD yang canggih. Jika antar sesama pekerja jaraknya berdekatan maka para pekerja akan diminta untuk menyebar.

Baca Juga: Menteri PUPR Ungkap Cara Tangani Banjir: Tak Bisa Dilakukan Secara Parsial

  1. Pengenalan Mengenai Kesehatan Mental

Sebenarnya sudah sejak dulu, K3 cenderung berfokus pada penanganan cedera secara fisik. Namun mindset itu harus diubah oleh perusahaan.

Perusahaan harus sadar bahwa kesehatan secara fisik dan mental itu harus terus dijaga, mengingat pekerja merupakan aset penting dari sebuah perusahaan.

Kepemimpinan keselamatan tidak hanya berpusat pada fisik pekerja semata, tetapi kesejahteraan mental para pekerja, yang tentunya akan menimbulkan efek positif, seperti meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi tingkat absensi, dan pergantian pekerja

Baca Juga: Berakhir 28 Februari 2021, Kimia Farma Buka Lowongan Kerja Staff GA dan Staff Accounting

  1. Pencegahan atas Deteksi Dini

Pencegahan kecelakaaan tentu hal yang wajib dilakukan agar dapat meningkatkan keselamatandi tempat kerja.

Sebuah survei dari National Safety Council, mengungkapkan bahwa manajer keuangan melaporkan pengembalian 4,41 dolar Amerika untuk setiap 1 dolar Amerika yang diinvestasikan dalam program-program K3.

Pemeliharaan secara preventif akan sangat bermanfaat bagi industri-industri skala berat, di mana bahaya bisa saja terjadi dan merupakan hal yang biasa di tempat kerja.

Baca Juga: Jiyeon T-ARA Dapat Ancaman Pembunuhan, Pihak Agenci Minta Polisi Lakukan Penyelidikan

Begitu pun dengan industri skala ringan, mereka tetap harus melaksankan K3 karena K3 lah yang akan jadi pelindung utama aset perusahaan.

  1. Umpan Balik dari Pekerja

Para pimpinan teratas atau pimpinan puncak punya peranan dalam membudayakan K3 di tempat kerja.

Bahkan pekerja juga boleh memberikan masukan atau umpan balik demi terlaksananya dan terciptanya budaya K3 yang baik melalui pelaksanaan program-progran K3.

Baca Juga: Data Covid-19 Indonesia Hari Ini 25 Februari 2021, Kasus Aktif Sentuh 158.162 Orang

Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat pekerjalah yang paling akrab dengan yang namanya bahaya.

Salah satu cara untuk melihat umpan balik dari pekerja adalah dengan menggunakan survei. Jika bicara soal bentuknya, survei tersebut harus memiliki pertanyaan yang relevan dan ringkas serta menerapkan konsep digital seperti menggunakan platform di perangkat smartphone.

  1. Meningkatkan Orang-orang Profesional di Bidang K3

Perusahaan sudah berlomba-lomba dalam melaksanakan K3, sehingga permintaan akan tenaga profesional juga meningkat.

Baca Juga: Polda Gelar Olah TKP Terkait Kasus Penembakan di Cengkareng, Tersangka dalam Kondisi Mabuk

Para pekerja pun harus beradaptasi dengan pengetahuan baru di bidang teknologi, mengetahui perundangan yang berlaku, dan tentunya ada seorang manajer K3 yang bertugas untuk menangani jika terjadi bahaya.

Perusahaan bisa menggunakan jasa konsultan di bidang K3 untuk melatih para supervisor dan pekerja, tetapi jangan lupa internap perusahaan pun harus berbenah dan kepemimpinan keselematan tetap harus ditingkatkan.

Intinya K3 akan lebih banyak pembaruan lagi di dalamnya. Penggunaan teknologi, pemberian informasi mengenai kesehatan mental, dan fokus lebih besara pada pencegahan kecelakaan adalah bagian dari gebrakan K3 di tahun 2021.

Baca Juga: Warganet Indonesia Dinilai Paling Tidak Sopan se-Asia Tenggara, Ridwan Kamil Ajak Perbaiki Diri

Begitu pun dengan pemberian pelatihan oleh profesional yang juga akan meningkatkan kapasitas supervisor dan pekerja diperusahaan tersebut.

K3 akan terus hadir demi menjaga aset terbesar dari perusahaan yaitu para pekerja.***

Editor: Ghassan Faikar Dedi

Sumber: bissafety.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah