Waspada! Twitter Kini Perluas Aturan Larangan Ujaran Kebencian

- 4 Desember 2020, 07:55 WIB
Ilustrasi twitter
Ilustrasi twitter /PIXABAY/FREE-PHOTOS

PR MAJALENGKA - Hidup di zaman yang penuh tekonologi canggih, membuat orang tak hanya berinteraksi dengan pihak lain di dunia nyata.

Teknologi canggih menghadirkan kemudahan berkomunikasi lewat beragam media sosial.

Twitter misalnya, salah satu media sosial yang paling digemari orang dimanapun, termasuk di Indonesia.

Baca Juga: Sukses Lampaui Nam Do San, Netizen Korea Selatan Minta Kim Seon Ho Jadi Pemeran Utama di Start Up

Bui adalah dampak mengerikan dari tidak cerdasnya bersosial media via Twitter.

Dikutip Majalengka.Pikiran-Rakyat.com dari Pikiran Rakyat, Ahmad Dhani mendekam dipenjara atas kasus ujaran kebencian lewat cuitan Twitter.

Dirinya pada 9 Maret 2019 melakukan ujaran kebencian soal penista agama yang memicu laporan dari pendiri BTP Network, Joy Boyd Lapian.

Baca Juga: Sekolah Tatap Muka Segera Dilaksanakan, Orang Tua Harus Kenali Beda Flu Dan Covid-19 pada Anak

Dikutip Majalengka.Pikiran-Rakyat.com dari laman Antara Jabar, Twitter memperluas aturan larangan ujaran kebencian masuk ke dalam RAS dan Etnis.

Pada tahun lalu, Twitter melarang ujaran yang merendahkan martabat orang lain berdasarkan agama atau kasta.

Twitter Inc dalam pernyataan resminya mengutarakan aturan perluasan tersebut.

Baca Juga: Arsenal vs Rapid Wina: The Gunners Menang Telak di Emirates Stadium

"Bahasa yang merendahkan manusia atas dasar RAS, Etnis dan Asal Negara," kata perusahaan jejaring sosial itu Rabu 3 Desember 2020.

Perubahan aturan tersebut dianggap 'konsesi penting' oleh kelompok hak sipil atau Color of Change, setelah beberapa tahun ditekan dari pihak luar.

Tentang Color of Change, itu adalah elemen koalisi organisasi advokasi.

Baca Juga: Akhir Tahun Gabut? 8 Drama Korea Terbaru Ini Siap Menemani Waktu Libur Panjangmu

Dimana mereka telah menekan perusahaan teknologi guna meminimalisir intensitas tentang ujaran kebencian secara online.

Wakil Presiden Color of Change, Arisha Hatch mengkritik Twitter karena gagal memperbarui kebijakan sebelum Pilpres Amerika Serikat November lalu.

"Opini publik sejauh ini masih belum diketahui untuk sebuah perusahaan dengan rekam jejak buruk," kata Hatch.

Baca Juga: Libur dan Cuti Bersama Akhir Tahun Resmi Dipangkas Pemerintah Pusat, Ganjar Pranowo Beri Apresiasi

"Pada tepatnya Twitter memiliki track record negatif dalam penerapan kebijakan dan menegakkan aturannya bagi para pengguna ekstremis sayap kanan," tambahnya.

Twitter disebut telah menolak untuk memberikan transparansi bagaimana cara moderator mengisi kontennya, seperti dijelaskan Hatch.

Serta Twitter memblokir keampuhan kecerdasan buatannya dalam mengidentifikasi konten melanggar kebijakan.***

Editor: Asytari Fauziah

Sumber: Pikiran Rakyat ANTARA Jabar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah