Kebijakan UU No. 22 Tahun 2022 tentang TPKS Harus Diimplementasikan dengan Strategi yang Tepat

10 Oktober 2023, 14:54 WIB
Rafih Sri Wulandari, Pengamat kebijakan publik dan akademisi unla /Rian S Putra/

BERITA MAJALENGKA - Implementasi kebijakan UU No. 22 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual adalah langkah maju yang penting dalam melindungi hak individu dan mengurangi kekerasan seksual di masyarakat.

Namun, pencapaian tujuan ini memerlukan upaya bersama dari pemerintah, lembaga penegak hukum, LSM, dan masyarakat secara keseluruhan.

Dengan strategi yang tepat, kebijakan ini dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi korban kekerasan seksual dan mengurangi angka kejadian kekerasan ini secara signifikan.

Baca Juga: Pemprov Jabar Tegaskan, Sesuai Aturan KPU Diskusi Politik Tak Boleh Dilakukan di Gedung Pemerintah

Peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ada di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Perlindungan terhadap korban kekerasan telah diupayakan dengan berbagi cara baik melalui upaya-upaya pencegahan maupun penanganan.

Apabila kekerasan telah terjadi maka penangan yang tepat harus dilakukan agar korban bisa merasa aman dan terlindungi dalam hal ini lembaga seperti LPSK diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal untuk menyelesaikan kasus - kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Pada saat ini membangun Trust Publik adalah hal yang sangat penting terutama terhadap lembaga - lembaga yang dibentuk oleh pemerintah pada saat ini masyarakat pada umumnya banyak meragukan kinerja lembaga - lembaga tersebut.

Baca Juga: Panitia Kegiatan Diskusi Anies Baswedan di Bandung, Adanya Penjegalan Anies di GIM Bandung Cederai Demokrasi

Selain untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat ada Sejumlah tantangan dalam upaya LPSK untuk melindungi korban kekerasan seksual, terutama anak-anak dan perempuan.

Kesadaran Masyarakat:
Melakukan kampanye penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat,
terutama kepada anak-anak dan perempuan, tentang tindak pidana
kekerasan seksual dan hak-hak mereka.

Mendorong masyarakat untuk
melaporkan kasus-kasus kekerasan seksual dan menghapus stigma sosial
yang mungkin melekat pada korban.

- Pengembangan Layanan Dukungan:

Menyediakan layanan dukungan yang komprehensif kepada korban,

termasuk dukungan psikologis, medis, dan sosial.

- Membantu korban dalam

mengakses layanan kesehatan, termasuk pemeriksaan forensik jika
diperlukan.

- Bantuan Hukum:

Memberikan bantuan hukum kepada korban dalam memahami hak-hak
mereka dan membantu mereka dalam proses hukum yang melibatkan kasus
kekerasan seksual.

Memastikan bahwa hak-hak korban dihormati selama penyelidikan dan persidangan.

Baca Juga: Inilah Jumlah Pelamar yang Telah Berhasil Submit pada 14 Instansi yang Membuka Kebutuhan CPNS 2023

Rafih Sri Wulandari yang merupakan Pengamat kebijakan publik dan akademisi dari Universitas Langlangbuana, mengungkapkan bahwa saat ini masyarakat secara umum masih belum banyak mengenal tentang kebijakan tersebut, dan ini perlu sosialisasi secara berkelanjutan.

Bahkan dari data yang ada, LPSK mencatat saat ini baru sekitar 23% korban yang berani melaporkan kasusnya kepada pihak yang berwenang.

"Masyarakat secara umum masih blm mengenal adanya kebijakan ini (UU TPKS), begitupun lembaga yang berperan aktif di dalamnya,dalam hal ini adalah LPSK baru sedikit korban yang berani melaporkan kasusnya kepada pihak berwenang di kisaran angka 23%," ungkapnya.

Dengan adanya kebijakan ini, tidak pidana kekerasan seksual pada perempuan terlebih pada anak dapat menurun secara signifikan kedepannya.

"diharapkan dengan adanya kebijakan ini, kasus pidana kekerasan seksual kepada perempuan dan anak dapat berkurang," tegas Rafih.***

Baca Juga: Respons Larangan Penggunaan GIM, Bey Machmudin: Kami Akan Evaluasi dan Transparan

Editor: Rian S. Putra

Tags

Terkini

Terpopuler