Kota yang tua telah lelah menggigil
Sudah lupa bagaimana bermimpi dan bangun pagi
Hujan ingin bercerai dengan banjir
Tapi kota yang pikun membuatnya bagai cinta sejati dua anak manusia
Aku tak bisa pulang lagi, Ayah
Kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya
Orang-orang datang ke pasar malam, satu persatu seperti katamu
Berjudi dengan nasib, menunggu peruntungan menjadi kaya raya
Tapi seperti rambu lalu lintas yang setia
Sedih dan derita selalu berpelukan dengan setia
Aku tak bisa pulang lagi, Ayah
Kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya
Orang bilang, apa yang ada di depan manusia hanya jarak
Dan batasnya adalah ufuk
Begitu jarak ditempuh sang ufuk menjauh
Yang tertinggal jarak itu juga abadi
Di depan sana ufuk yang itu juga abadi
Tak ada romantika cukup kuat untuk dapat menaklukan dan menggenggamnya dengan tangan-jarak dan ufuk abadi itu