Mbah Buyut di KKN di Desa Penari Jadi Jelmaan Anjing, Mencari Bima, Ayu, dan Widya Hilang Masuk Dunia Lain

- 24 Mei 2022, 21:15 WIB
Mbah Buyut di KKN Desa Penari Jadi Jelmaan Anjing, Mencari Bima, Ayu, dan Widya Hilang Masuk Dunia Lain
Mbah Buyut di KKN Desa Penari Jadi Jelmaan Anjing, Mencari Bima, Ayu, dan Widya Hilang Masuk Dunia Lain /Instagram @tissabiani/


BERITA MAJALENGKA - Cerita KKN di Desa Penari masih di minati banyak orang Indonesia, dimana kisah ini menceritakan tentang sekelompok mahasiswa ingin melakukan KKN disalah satu Desa.

Disinyalir dari cerita KKN di Desa Penari banyak di alam oleh mahasiswa lainnya, namun tidak pernah sampai ada yang meninggal.

Dikisahkan Nur, Bima, Ayu, Anton dan Bagus sedang melaksanakan KKN di Desa Penari, dan berakhir tragis.

Bima dan Ayu mati akibat kesalahannya, dalam proses pengeluaran Widya ada sesepuh yang bernama Mbah Buyut.

Mbah Buyut dikisahkan menjadi jelmaan Anjing dan film KKN di Desa Penari untuk mencari Widya, Ayu, dan Bima.

Ini dia kisah nyata KKN di Desa Penari versi Nur

Utas Twitter SimpleMan,

Nur terbangun ketika subuh, ia tersentak saat mendengar Widya menangis, tangisanya sangat keras sampai Nur terkesiap lalu terbangun dari tidurnya

saat ia melihat, apa yang membuatnya terbangun, Nur melihat Ayu, dengan mata terbuka, ia mengangah, seperti mau mengatakan sesuatu

belum berhenti sampai disana, Nur tidak menemukan Widya di tempatnya, hal itu, membuat Nur menjerit sehingga Wahyu dan Anton merangsek masuk dengan wajah khawatir.

"onok opo Nur? (ada apa Nur?)

"Widya ilang mas" (Widya hilang mas)

Wahyu dan Anton terhenyak sesaat, sebelum-

"Bima yo gak onok nang kamar loh"(Bima juga gak ada di dalam kamar) kata Anton buru-buru,

sontak, semua mata memandang Ayu, Wahyu terhentak bingung.

"Ayu kenek opo Nur" (Ayu kenapa Nur)

"celukno pak Prabu!!" (panggilkan pak Prabu)

Anton yang mendengarnya langsung pergi.

"yu, tangi yu!!" (yu ayok bangun yu) namun, Ayu masih sama, ia hanya melihat langit-langit, Nur manah mulutnya agar tertutup, namun, ia terus mengangah, Wahyu yang melihat tidak bisa berbuat apa-apa

"Cok onok opo seh iki" (asem, ada apa sih ini)

"celokno warga ojok ndelok tok!"

Wahyu pun ikut pergi, Nur terus menahan mulut Ayu. sampai Pak prabu datang bersama Anton dan melihatnya.

"kok isok koyok ngene to nduk" (kok bisa sampai begini sih nak)

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Kota Bandung Besok, Rabu 25 Mei 2022: Persiapan Pulang Kerja Diguyur Hujan


Pak prabu, pergi ke pawon, ia kembali membawa teko air, Nur menahan isi kepala Ayu, dan meminumkanya.

tiba-tiba, ayu menutup mulutnya, namun, ia masih belum bereaksi, tidak beberapa lama, warga sudah berdatangan bersama Wahyu, saat itu, rumah itu di penuhi warga, tanpa banyak bicara, pak Prabu menyuruh beberapa orang untuk memanggil mbah Buyut.

dan warga itu pun pergi.

Nur menjelaskan kronologi kejadian itu, namun, ia meminta pak Prabu tidak menceritakan semua ini kepada warga, Anton dan Wahyu yang mendengarnya seakan tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Asu, kok isok loh" (anj*ng! kok bisa bisanya) Wahyu tampak merah padam mendengarnya.

pak Prabu pun mengumpulkan warga, meminta mereka semua pergi menyisir setiap penjuru Desa, ia beralaskan, bahwa Bima dan Widya hilang kemarin malam, dan saat ini belum kembali.

meski warga awalnya bingung, bagaimana bisa, namun mereka semua langsung bergerak, termasuk Wahyu

Anton pun begitu, ia ikut menyisir ke hilir sampai hulu sungai, sebisa mungkin dengan beberapa warga yang membawa parang dan berbagai barang yang tidak pernah ia pahami.

Nur terus menangis, melihat kondisi Ayu, membuat ia tidak bisa menahan kesedihan yang sudah memenuhi hatinya

pak Prabu meminta penjelasan lebih detail, setelah itu, Nur menunjukkan barang yang seharusnya ia berikan kepada pak Prabu saat mendapatkanya.


tepat ketika membuka kotak itu, pak Prabu yang melihatnya, kaget bukan main, sampai ia tiba-tiba berteriak marah "OLEH TEKAN NDI IKI?!"

(DAPAT DARIMANA KAMU BENDA INI!!)

Nur yang kaget, kemudian menjelaskan sisa ceritanya, disana, pak Prabu terlihat frustasi, ia kemudian mengatakan kepada Nur, "nek kancamu gak ketemu, ikhlasno, ben aku sing ngadepi masalah iki" (bila sampai temanmu, tidak ditemukan, ikhlaskan biar aku yang menghadapi sisanya)

Nur pun bertanya, benda apa itu sebenarnya, namun pak Prabu tidak bicara, ia harus menunggu datangnya mbah Buyut yang akan menceritakan semuanya.

berjam-jam sudah di lewati namun belum ada kabar satupun dari warga yang kembali, sampai terdengar suara motor mendekat, manakala Nur dan pak Prabu berdiri untuk melihat sesiapa yang datang,

mbah Buyut mendetak dengan tergopoh-gopoh, seakan mencari sesuatu,

mbah Buyut mengambil kawaturih, kemudian bertanya siapa yang punya, Nur mendekat, menjelaskan semuanya, ekspresi tenang mbah Buyut, tidak terlihat sama sekali.

kemudian ia menatap Ayu, helaan nafas berat mbah Buyut keluarkan, kemudian ia, meminta Prabu membuatkan kopi hitam

mbah Buyut duduk sembari berpikir, banyak pertanyaan yang ia ajukan mulai, sejak kapan ada benda seperti ini disini, lalu bagaimana bisa selendang itu di miliki Ayu,

Nur menceritakan semuanya,


saat menyesap kopi itu, mbah Buyut berujar "kancamu, keblubuk angkarah"

(temanmu terjebak dalam pusaran)

Baca Juga: Ramalan Zodiak Besok, 25 Mei 2022, Cancer, Leo, dan Virgo: Pertahankan Rasa Hormat untuk Diri Sendiri!

"trus, yok nopo mbah?" (lalu bagaimana mbah)


"siji kancamu wes ketemu, tapi sukmane gorong, tenang sek, yo" (satu temanmu sudah ketemu lagi, tapi rohnya belum, sabar ya.

tidak beberapa lama, kerumunan warga mendekat, Wahyu masuk wajahnya pucat

seorang warga membopong seseorang.

ketika Nur melihatnya, ia tidak bisa menghentikan jeritanya, manakala melihat Bima kejang-kejang layaknya seorang yang terkena epilepsi.

Wahyu, segera memeluknya, menutupi Nur agar tidak melihat Bima yang menjadi seperti itu.

Mbah buyut kemudian mengatakan, bahwa bila sukma dua orang ini sedang terjebak, namun, ada satu orang yang bukan hanya sukmanya yang hilang atau di sesatkan, melainkan raganya juga ikut disesatkan, ia adalah Widya, orang yang paling di inginkan oleh, Badarawuhi namun, ia meleset


Mbah buyut menunjukkan kawaturih, yang harusnya memiliki pasangan, benda ini di letakkan di lengan seorang penari, sebagai susuk, entah ada kejadian apa, Badarawuhi menginginkan benda ini ada pada Widya, namun, Nur yang menemukanya, kemudian mengambilnya, membuat benda ini-

kehilangan pemilik, yang maka artinya, Nur yang memiliki, tapi, Nur di lindungi, itulah alasan kenapa Nur selalu merasakan bahwa badanya terasa berat di jam-jam tertentu, mbah Dok yang melindungi Nur sudah berkelahi hampir dengan setengah penghuni hutan ini.

setelah itu, pak Prabu meminta agar Ayu dan Bima di tutup oleh kain selendang, di ikat dengan tali kain kafan, membiarkanya seolah-olah mereka sudah tidak bernyawa.

mbah Buyut, pergi ke kamar, ia akan mencari Widya, menjelma sebagai Anjing hitam dengan ilmu kebatinanya

pak Prabu menceritakan bahwa memang ada rahasia yang tidak ia katakan dan alasan kenapa ia menolak keras di adakan kegiatan ini sejak awal.

tepat di samping lereng, ada tapak tilas, tempat penduduk desa ini mengadakan pertunjukkan tari, bukan untuk manusia namun untuk jin hutan

ia mengatakan, dulu, setiap di adakan tarian itu, untuk menghindari balak (bencana) bagi desa ini, seriring berjalanya waktu, rupanya, mereka yang menari untuk desa ini, akan di tumbalkan, masalahnya, setiap penari haruslah dari perempuan muda yang masih perawan.

"tapi Ayu pak" kata Nur membantah.

"itu masalahnya" kata pak Prabu, "asumsi saya, Ayu sejak awal hanya sebagai perantara, ke Widya lewat Bima, namun, Ayu tidak memenuhi tugasnya, akibatnya, Ayu di buatkan jalan pintas, ia di beri selendang hijau itu. tau darimana selendang itu?"

selendang para penari.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Bekasi Besok, Rabu 25 Mei 2022: Berangkat Kerja, Tetap Perhatikan Prediksi BMKG

pak Prabu kemudian duduk, matanya merah padam, "seharusnya saya menolak habis-habisan bila bukan karena dia adik teman saya" "selendang itu, adalah selendang yang keramat, tidak ada lelaki yang bisa menolak selendang itu saat di pakai oleh perempuan"

"nak Ayu tidak salah, nak Bima pun begitu, saya yang salah, seharusnya saya tolak kalian semua, toh anak-anak kami pun tidak ada yang tinggal disini, tempat ini, bukan untuk anak setengah matang seperti kalian"

mendengar itu, membuat Nur tidak kuasa melihat Ayu,
hari semakin petang, ketika Matahari sudah benar-benar tenggelam, terdengar orang berteriak heboh, ia meneriakkan bila Widya sudah ketemu, pun saat itu juga, Mbah Buyut keluar, wajahnya tampak kecewa, sepertinya ia tidak bisa membawa Ayu dan Bima pulang, lebih tepatnya belum

momen ketika melihat Widya, membuat Nur tidak bisa bicara apa-apa, ia berjalan dengan gaguk, seperti barusaja menghadapi peristiwa yang sangat berat, bahkan, Widya berjalan dengan mata yang kosong, ia melihat Ayu terus menerus, mencoba memahami situasi.

"Wid, tekan ndi awakmu" (Wid darimana kamu?) tanya Nur,

"onok opo iki Nur" (ada apa ini Nur) kata Widya, matanya sembab melihat Ayu dan Bima terbujur,

Nur tidak sanggup menceritakanya, Wahyu kemudian berdiri mengatakan semuanya, Widya menjerit sejadi-jadinya, semua diam.

selang beberapa saat, mbah Buyut keluar, ia memanggil Widya, menyuruhnya untuk masuk, dan entah apa yang mereka bicarakan.


Nur masih mencoba membangunkan Ayu, meski hal itu, mustahil bisa dilakukan.

ketika melihat mbah Buyut keluar, Nur, Wahyu, dan Anton yang baru tiba, ikut masuk ke dapur, ia hanya melihat Widya murung, seperti memikirkan sesuatu.

Wahyu yang sedari tadi sudah menahan diri, mengatakan bahwa Bima dan ayu sudah kelewatan sehingga mereka juga kena getahnya.

Malam itu juga, pak Prabu mengumpulkan semua anak yang tersisa, ia mengatakan, sudah menghubungi pihak kampus, pun dengan kakak Ayu, yang sedang dalam perjalanan kesini. esok, mungkin mereka tiba

mbah Buyut, menjaga rumah ini, konon, semua lelembut sudah mengepung rumah ini.

pagi itu, Nur menemui pak Prabu meminta seharusnya ia menahan diri sebelum informan ini keluar, karena sebelumnya, mbah Buyut mengatakan bisa mengembalikan Ayu dan Bima, hanya tinggal menunggu waktu. namun ucapan pak Prabu membuat Nur tidak berkutik.

"nek pancen isok, yo gak bakal akeh sing wes dadi korban, awakmu eroh patek ireng iku opo, nyoh kui korban sak durunge, nang ndi sak iki, wes gak onok" (kalau memang bisa, ya gak mungkin ada korban, kamu tahu, kenapa ada nisan dengan kain hitam, itu korban sebelum kejadian ini)

"gak nutup kemungkinan kancamu isok mbalik, tapi kemungkinane cilik, gak usah berharap, mbah Buyut asline wes mblenger, kudu urusan ambek bangsa iku" (gak menutup kemungkinan memang temanmu bisa kembali, tapi, kemungkinanya kecil, mbah Buyut sudah bosan, berurusan dengan mereka"

siang hari, rombongan orang dari kampuspun dengan beberapa wali datang, bahkan suara membentak dari mas Ilham bisa terdengar dari luar, ada tawar menawar dimana mbah Buyut menjanjikan agar Ayu dan Bima tetap disini, namun pihak keluarga menolak sampai mengancam, ini akan tersebar

akhir dari perjalanan KKN mereka selesai disini, bukan hanya pak Prabu yang terseret, pihak kampus efeknya lebih besar lagi, sampai harus menjanjikan bahwa masih ada jalan lain mengembalikan mereka.

KKN mereka, resmi di coret, tak ada hasil apapun selama pra kerja mereka.

Widya, butuh waktu lama untuk pulih setidaknya itu yang Nur dengar, sementara Nur menjelaskan kronologi kejadian pada Abah dan Umi, orang tua Bima, yang tidak henti-hentinya, mengadakan doa bersama di rumahnya, pukulan keras setiap Nur melihat air mata umi menetes.

ada kejadian menarik, dimana Nur di ceritakan oleh Umi, semalam sebelum Bima akhirnya meninggal, ia mengetuk pintu kamar, disana ia meminta maaf sama Abah dan Umi, kemudian pamit kembali ke kamar, sambil mengatakan ular-ular, dan di akhiri dengan hembusan nafas terakhirnya

Begitulah kisah Mbah Buyut dalam KKN di Desa Penari.***

Editor: Zalfah Alin Syarif

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah