Tantangan dunia yang semakin tidak mudah, ASEAN seringkali dijadikan ladang perebutan pengaruh kekuatan-kekuatan besar. Namun ASEAN sepakat tidak akan menjjadikan proksi kekuatan mana pun, dan senantiasa akan bekerja sama dengan semua pihak demi terciptanya perdamaian dan kemakmuran ungkap Jokowi.
“Jangan jadikan kapal kami, ASEAN sebagai arena rivalitas yang saling menghancurkan tapi jadikanlah kapal ASEAN ini sebagai ladang untuk menumbuhkan kerja sama, untuk menciptakan kemakmuran, menciptakan stabilitas, menciptakan perdamaian yang tidak hanya bagi kawasan, tapi juga bagi dunia,” ungkap Jokowi dalam sambutannya.
“Samudera dunia terlalu luas untuk dilayari seorang diri. Dalam perjalanan kita akan ada kapal-kapal lainnya, kapal-kapal mitra ASEAN. Mari kita bersama mewujudkan kerja sama yang setara dan saling menguntungkan untuk berlayar bersama menuju epicentrum of growth.”
Adriana Elisabeth sebagai salah seorang pengamat ASEAN dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan bahwa dengan berbagai masalah dan konflik di kawasan yang belum mereda seperti halnya krisis Myanmar, pihak ASEAN harus melakukan perubahan agar kesatuan ASEAN bisa tetap terjaga dengan baik.
Baca Juga: Kampung Bebas Narkoba Hadir, Persempit Ruang Penyalahgunaan Barang Haram di Kota Bandung
Dalam pengamatan Adriana untuk melakukan perubahan yang mengarah menuju kesatuan, salah satunya ialah dengan mengubah definisi dari kebijakan non-intervensi itu sendiri.
Dalam pandangannya, prinsip untuk tidak ikut campur masalah domestik suatu negara bisa diterapkan apabila tidak berdampak bagi regional.
“Non-intervensinya bukan dicabut, tapi didefinisi ulang. Prinsipnya tidak ikut campur, kalau itu purely domestik dan secara domestik negara itu bisa menyelesaikannya. Tapi once itu berdampak pada regional karena kasus Myanmar itu kan ada intervensi dari negara ketiga disitu. Itu yang membuat ASEAN jadi tidak stabil,” jelas Adriana.