Begini Detik-detik Ayu dan Bima Sekarat dalam Kisah Lengkap KKN di Desa Penari Versi Widya

- 19 Mei 2022, 16:48 WIB
Begini Detik-detik Ayu dan Bima Sekarat dalam Kisah KKN di Desa Penari Versi Widya
Begini Detik-detik Ayu dan Bima Sekarat dalam Kisah KKN di Desa Penari Versi Widya /Instagram @adindathomas/Tangkapan layar

mata pak Prabu mendelik, melihat Widya. "tekan ndi ndok?" (darimana kamu nak) Widya tidak menjawab apa yang pak Prabu tanyakan, si ibuk juga menenangkan pak Prabu agar tenang, sembari menggiring Widya masuk ke rumah, Widya mendengar Nur menjerit, menangis, seperti kesetanan.

saat Widya masuk dan melihat apa yang terjadi, Widya melihat ruangan itu di penuhi orang yang duduk bersila, mereka mengelilingi 2 orang yang terbujur, tubuhnya di tutup selendang, di ikat dengan tali putih, menyerupai kafan, Wahyu dan Anto menatap kaget saat Widya masuk.

"Wid, tekan ndi awakmu?" (darimana kamu Wid?) ucap Nur yang langsung memeluk Widya. "onok opo iki Nur?" (ada Apa ini Nur) Nur menutup mulutnya, tidak tau harus memulai darimana, sampai Wahyu berdiri, "Ayu Wid, Nur lihat Ayu, tiba-tiba terbujur kaku, matanya tidak bisa di tutup"

Widya mendekati Ayu, di sampingnya ada Bima, ia terus menerus menendang-nendang dalam posisi terikat itu, layaknya seseorang yang terserang epilepsi, matanya kosong melihat langit-langit, mereka berdua terbaring tidak berdaya, sontak Widya ikut menjerit sebelum ada yg menenangkan

dari Pawon, mbah Buyut keluar, ia melihat Widya kemudian memanggilnya. "sini ndok, Mbah jek tas gawe kopi" (sini nak, si mbah baru saja selesai membuat kopi) mbah Buyut, duduk di kursi kayu yang ada di pawon, ia melihat Widya lama, kemudian mengatakanya. "Koncomu wes kelewatan"

"Pripun mbah?" (bagaimana mbah?) "yo opo rasane di kerubungi demit sa'alas?" (bagaimana rasanya di kelilingi makhluk halus satu hutan?) Mbah Buyut masih mengaduk kopinya, memandang Widya yang tampak mulai kembali kesadaranya, "nyoh, di ombe sek" (nih, di minum dulu)

Widya menyesap kopi dari mbah Buyut, tiba-tiba rasa pahit yang monohok membuat tenggorokan Widya seperti di cekik, membuat Widya memuntahkanya, begitu banyak muntahan air liur Widya yang keluar, ia melihat mbah Buyut yang tampak mengangguk. seperti memastikan.

"koncomu, ngelakoni larangan sing abot, larangan sing gak lumrah gawe menungso opo maneh bangsa demit" (temanmu, melakukan pantangan yang tidak bisa di terima manusia, apalagi bangsa halus) kata mbah Buyut sembari geleng kepala. "paham ndok" (paham nak) Widya mengangguk.

"Sinden sing di garap, iku ngunu, Sinden kembar, siji nang cidek kali, siji'ne nang enggon sing mok parani wingi bengi" (Sinden yang kamu kerjakan, itu kembar, satu di dekat sungai, satu yang kemarin malam kamu datangi) "eroh opo iku sinden?" (tahu kegunaan Sinden?)

"mboten mbah" (tidak tahu mbah) "Sinden ku, enggon adus'e poro penari sak durunge tampil. nah, Sinden sing cidek kali, gak popo di garap, tapi, sinden sing sijine, ra oleh di parani, opo maneh sampe di gawe kelon"

Halaman:

Editor: Abdul Faqih

Sumber: utara times


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah