BERITA MAJALENGKA - Berikut 3 puisi tentang ayah karya penyair terkenal, cocok dibaca pada peringatan Hari Ayah Nasional.
Hari Ayah Nasional diperingati setiap tanggal 12 November sejak ditetapkan pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Seperti halnya seorang ibu, ayah juga memiliki peranan penting dalam sebuah keluarga.
Hari Ayah menjadi momen yang tepat untuk mengungkapkan rasa terima kasih atau perasaan-perasaan lainnya untuk ayah.
Perasaan tersebut bisa dituangkan dalam sebuah puisi. Kamu bisa membaca karya dari seorang penyair atau bahkan membuatnya sendiri.
Jika kesulitan untuk menulis puisi, kamu juga bisa melihat karya orang lain terlebih dulu sebagai referensi.
Berikut 3 puisi tentang ayah karya penyair terkenal yang cocok dibaca pada peringatan Hari Ayah Nasional :
Baca Juga: Tegas! Ini Fatwa MUI Tentang Pembelian Produk Israel
Tidak, Bapak, aku tak akan kembali ke kampung. Aku mau pergi yang jauh
Karya: Pramoedya Ananta Toer
Sebenarnya, aku ingin kembali
Pulang ke teduh matamu
Berenang di kolam yang kau beri nama rindu
Aku, ingin kembali
Pulang menghitung buah mangga yang ranum di halaman
Memetik tomat di belakang rumah nenek
Tapi jalanan yang jauh, cita-cita yang panjang tak mengizinkanku
Mereka selalu mengetuk daun pintu saat aku tertidur
Menggaruk-garuk bantal saat aku bermimpi
Aku ingin kembali ke rumah, Ayah
Tapi nasib memanggilku
Seekor kuda sembrani datang
Menculikku dari alam mimpi
Membawaku terbang melintasi waktu
Dan dimensi kata-kata
Aku menyebut pulang, tapi ia selalu menolaknya
Aku menyebut rumah, tapi ia bilang tak pernah ada rumah
Aku sebut kampung halaman, ia bilang kampung halaman tak pernah ada
Maka aku menungganginya
Maka aku menungganginya
Menyusuri hutan-hutan jati
Melihat rumput-rumput yang terbakar di bawahnya
Menyaksikan sepur-sepur yang batuk membelah tanah Jawa
Arwah-arwah pekerja bergentayangan menuju ibu kota
Mencipta banjir dari genangan air mata
Arwah-arwah buruh menggiring hujan air mata
Mata mereka menyeret banjir
Kota yang tua telah lelah menggigil
Sudah lupa bagaimana bermimpi dan bangun pagi
Hujan ingin bercerai dengan banjir
Tapi kota yang pikun membuatnya bagai cinta sejati dua anak manusia
Aku tak bisa pulang lagi, Ayah
Kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya
Orang-orang datang ke pasar malam, satu persatu seperti katamu
Berjudi dengan nasib, menunggu peruntungan menjadi kaya raya
Tapi seperti rambu lalu lintas yang setia
Sedih dan derita selalu berpelukan dengan setia
Aku tak bisa pulang lagi, Ayah
Kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya
Orang bilang, apa yang ada di depan manusia hanya jarak
Dan batasnya adalah ufuk
Begitu jarak ditempuh sang ufuk menjauh
Yang tertinggal jarak itu juga abadi
Di depan sana ufuk yang itu juga abadi
Tak ada romantika cukup kuat untuk dapat menaklukan dan menggenggamnya dengan tangan-jarak dan ufuk abadi itu
Baca Juga: Sejarah Adanya Hari Ayah Nasional yang Diperingati Setiap Tanggal 12 November
Perjamuan Petang
Karya: Joko Pinurbo
Dua puluh tahun yang lalu ia dilepas ayahnya di gerbang depan rumahnya
“Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Jangan pulang sebelum benar-benar jadi orang”
Dua puluh tahun yang lalu ia tak punya celana yang cukup pantas untuk dipakai ke kota
Terpaksa ia pakai celana ayahnya
Memang agak kedodoran, tapi cukup keren juga
“Selamat jalan. Hati-hati, jangan sampai celanaku hilang”
Senja makin menumpuk di atas meja
Senja yang merah tua
Ibunya sering menangis memikirkan nasibnya
Ayahnya suka menggerutu, “Kembalikan dong celanaku!”
Haha, si bangsat akhirnya datang
Datang di akhir petang bersama buku-buku yang ditulisnya di perantauan
Ibunya segera membimbingnya ke meja perjamuan
“Kenalkan, ini jagoanku”
Ia tersipu-sipu
Saudara-saudaranya mencoba menahan tangis melihat kepalanya berambutkan gerimis
“Hai, ubanmu subur berkat puisi?”, ia tertawa geli
Di atas meja perjamuan jenazah ayahnya terlentang tenang berselimutkan mambang
Daun-daun kalender beterbangan
“Ayah berpesan apa?”, ia terbata-bata
“Ayahmu Cuma sempat bilang, kalau mati ia ingin mengenakan celana kesayanganya: celana yang dulu kau pakai itu”
Diciumnya jidat ayahnya sepenuh kenangan
Tubuh yang tak butuh lagi celana adalah sakramen
Celana yang tak kembali adalah testamen
“Yah, maafkan aku. Celanamu terselip di tetumpukan kata-kataku”
Baca Juga: Link Nonton Film The Killer Lengkap Beserta Sinopsis dan Nama Pemerannya
Sebuah Kamar
Karya: Chairil Anwar
Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia
Bulan yang menyinar ke dalam mau lebih banyak tahu
“Sudah lima anak bernyawa di sini, aku salah satu!”
Ibuku tertidur dalam tersedu
Keramaian penjara sepi selalu
Bapakku sendiri terbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu!
Itulah 3 puisi tentang ayah karya penyair terkenal, cocok dibaca pada peringatan Hari Ayah Nasional.***
Baca Juga: Sinopsis Film Sijjin Lengkap Beserta Nama Pemeran yang Sedang Tayang di Bioskop