Kemenag Ungkap Pedoman Penggunaan Pengeras Suara Sudah Ada Sejak 1978

24 Februari 2022, 22:11 WIB
Ilustrasi pengeras suara / Kemenag Ungkap Pedoman Penggunaan Pengeras Suara Sudah Ada Sejak 1978 /Pexels/Jens Mahnke/

BERITA MAJALENGKA - Baru-baru ini Mentri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan surat edaran yang mengatur penggunaan speaker di masjid dan musala.

sebagaimana dicantumkan dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Terkait hal itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Thobib Al Asyhar, menegaskan bahwa pedoman penggunaan pengeras suara ini telah ada sejak tahun 1978, dan dibentuk dalam Instruksi Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam.

Baca Juga: Bukan Membandingkan Suara Adzan dengan Suara Anjing, Kemenag Beri Penjelasan Ini

"Dan pedoman seperti ini sudah ada sejak 1978, dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam," tegas Thobib Al-Asyhar di Jakarta, Kamis (24/2/2022).

Terbaru, ia bahkan menegaskan tujuan Menag yang membandingkan suara toa mesjid seperti gonggongan anjing beberapa waktu lalu adalah salah.

“Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing, tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,”

Menurut Thobib, saat ditanya wartawan tentang Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala dalam kunjungan kerjanya di Pekanbaru, Menag menjelaskan bahwa dalam hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi.

Baca Juga: Inilah Biodata dan Profil Arnold Putra Desainer Asal Indonesia, Mulai dari Umur Hingga Media Sosial

Sehingga perlu pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik, termasuk tentang pengaturan kebisingan pengeras suara apa pun yang bisa membuat tidak nyaman.

"Dalam penjelasan itu, Gus Menteri memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya beliau menyebut kata misal. Yang dimaksud Gus Yaqut adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa Menag saat itu sedang memberi contoh suara yang terlalu keras yang muncul secara bersamaan, yang menurut Menag dapat menimbulkan kebisingan dan mengganggu masyarakat.

Baca Juga: Menag Bandingkan Suara Adzan dengan Gonggongan Anjing, Fadli Zon Hingga Roy Suryo Berikan Komentar Menohok

“Karena itu perlu ada pedoman penggunaan pengeras suara, perlu ada toleransi agar keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga. Jadi dengan adanya pedoman penggunaan pengeras suara ini, umat muslim yang mayoritas justru menunjukkan toleransi kepada yang lain. Sehingga, keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga,” tuturnya.

Menag, lanjut Thobib, tidak melarang masjid-musala menggunakan pengeras suara saat azan.

Sebab, itu memang bagian dari syiar agama Islam. Edaran yang Menag terbitkan hanya mengatur antara lain terkait volume suara agar maksimal 100 dB (desibel).

Selain itu, mengatur tentang waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.

"Jadi yang diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Jadi tidak ada pelarangan." Tandasnya.***

Editor: Abdul Faqih

Sumber: Kemenag

Tags

Terkini

Terpopuler