Begini Penjelesan Pakar Transportasi Soal Penyebab Kemacetan di Kota Bandung

10 November 2020, 11:17 WIB
KENDARAAN memenuhi ruas Jalan Jakarta, Kota Bandung, Senin (9/11/2020). Pesatnya pertumbuhan kendaraan yang tidak sesuai dengan lebar ruas jalan serta penggunaan kendaraan pribadi menjadi faktor kemacetan terbesar di Kota Bandung, hal tersebut mengakibatkan kerugian ekonomi diprediksi mencapai Rp 4 triliun per tahun. /Pikiran-rakyat.com/Armin Abdul Jabbar/

PR MAJALENGKA - Pembangunan fly over atau jalan layang di Kota Bandung banyak jadi sorotan karena dianggap menimbulkan kemacetan.

Kemacetan bisa menimbulkan dampak besar pada kehidupan pribadi, karier, masa depan, dan bahkan keselamatan Anda.

Dikutip Majalengka-Pikiran-Rakyat.com dari Traveltips.Usatoday.com, beberapa dampak kemacetan seperti penundaan, waktu yang tak bisa diperkirakan, pemborosan bahan bakar dan bisa menghambat kendaraan darurat seperti ambulans.

Baca Juga: 8 Inovasi Jabar Diikutsertakan Dalam Ajang IGA 2020

Salah satu pihak yang yang ikut menyoroti pembangunan jalan layang di Bandung yakni Pakar Transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Sony Sulaksono.

Beberapa tahun ke belakang, Pemerintah Kota Bandung membangun jalan layang di sejumlah titik.

Namun, pembangunan jalan layang di beberapa titik di Kota Bandung dinilai tidak tepat.

Baca Juga: Perkembangan Kasus Covid-19 di Jawa Barat Hari Ini Senin 9 November 2020, Bertambah 479 Pasien

Salah satunya jalan layang di jalan Jakarta atau biasa disebut Jalan Layang Pelangi.

Pembangunan jalan layang di Bandung tidak tepat, karena ujungnya berada di jalan yang menyempit.

Akhirnya, saat kendaraan dari jalan layang dan bawah jalan layang bertemu di titik sempit itu bisa menimbulkan kemacetan.

Baca Juga: Tak Hanya Kasus Covid-19 yang Naik, Angka Pengidap Penyakit Kelamin di Karawang juga Meningkat

Dikutip Majalengka.Pikiran-Rakyat.com dari Pikiran-Rakyat.com, pembangunan jalan layang di Gatot Subroto dinilai tidak tepat.

Sony Sulaksono mengatatakan, berdasar penelitian oleh mahasiswa ITB, kemacetan di Gatot Subroto disebabkan ketidakdisiplinan masyarakat dalam mematuhi lampu lalu lintas.

Hal ini yang menyebabkan solusi membangun jalan layang itu kurang tepat.

Baca Juga: Jelang MTQ Nasional 2020, Wakil Gubernur Jabar: Mohon Doa Restu

Sebaiknya, masyarakat dikondisikan agar disiplin mematuhi lampu lalu lintas.

Dia juga berpendapat pembangunan jalan layang di kawasan Ahmad Yani tidak tepat.

Kemacetan di kawasan itu disebabkan beberapa ruas jalan yang menyilang sehingga solusi lain yang bisa digunakan dengan menyediakan marka jalan.

Baca Juga: Kopi Manglayang Karlina Khas Jawa Barat Bisa Menjadi Tren Kopi Anak Milenial, Wajib Coba!

Pembangunan jalan layang seharusnya dilakukan di Jalan Soekarno-Hatta, mulai dari kantor Samsat hingga Kopo, karena area ini selalu padat oleh kendaraan.

Untuk menghindari ketidaklancaran kendaraan, pembangunan jalan layang di titik itu diperlukan.

“Pembangunan jalan layang bisa menjadi solusi, tetapi juga bisa malah menjadi masalah baru. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan jalan layang harus tepat,” ucap Sony, kepada Pikiran-Rakyat.com pada Senin 9 November 2020.

Baca Juga: Simak Perkembangan Harga Emas Antam, Antam Retro, dan Antam Batik Hari Ini, 9 November 2020

Kota Bandung sebenarnya sudah memiliki banyak solusi untuk mengurangi kemacetan.

Akan tetapi, solusi ini tidak berjalan maksimal. Contohnya saja ‘angkot go to school’, ’angkot wisata’, ’goseh’ sampai sanksi e-tilang.

Solusi-solusi tersebut malah diterapkan di daerah lain dan berhasil.

Baca Juga: Jelang Hari Pahlawan 10 November Besok, Simak Sejarahnya: 6 Ribu Warga Indonesia Gugur di Surabaya

Bali berhasil menerapkan ‘angkot go to school’, dan Jakarta berhasil menerapkan e-tilang.

“Banyak inovasi solusi kemacetan, Bandung itu kota kreatif, tapi tidak jalan solusinya,” ujar Sony.

Ia pun menyarankan kepada Pemerintah Kota Bandung agar menciptakan solusi kemacetan yang tidak memerlukan anggaran besar untuk penyelesaiannya.

Baca Juga: Bersama Cirebon dan Kertajati, Patimban City Diproyeksikan Menjadi ‘Metropolitan Rebana’

Program ‘angkot go to school’,  ‘angkot wisata’, dan ‘goseh’ tidak menghabiskan banyak anggaran pemerintah.

Maka dari itu, jangan selalu menghubungkan solusi menangani kemacetan dengan anggaran yang besar.

Menurut Sony, niat pemerintah untuk mendorong pelaksanaan solusi-solusi yang sudah ada merupakan hal yang dibutuhkan untuk mengatasi kemacetan. ***

Editor: Asri Sulistyowati

Sumber: Pikiran-Rakyat.com USA Today

Tags

Terkini

Terpopuler