Sebut Limbah Medis Tak Terkelola dengan Baik, Ombudsman Minta Pemerintah Perketat Pengawasan

5 Februari 2021, 08:11 WIB
Ilustrasi limbah medis. /Pixabay/alexroma

 

PR MAJALENGKA – Selain pandemi Covid-19, persoalan lain yang dihadapi di tengah pandemi saat ini adalah limbah medis. Semenjak pandemi Covid-19, limbah medis di Indonesia meningkat tajam, saban hari diperkirakan mencapai 200 ton.

Limbah medis tersebut terdiri dari alat pelindung diri (APD), alat tes Covid-19, sampel laboratorium, hingga masker bekas pakai masyarakat yang menjalani karantina mandiri. Sayangnya, limbah medis tersebut tidak dikelola dengan baik.

Dikutip Majalengka.Pikiran-Rakyat.com dari Anadolu Agency, Ombudsman Republik Indonesia mengatakan limbah medis dari penanganan Covid-19 tidak ditangani sesuai prosedur.

Baca Juga: Bioskop Trans TV Hari Ini 5 Februari 2021: Sinopsis Film Bastille Day, Aksi Idris Elba sang Agen CIA

Tidak terkelolanya limbah medis tersebut menurutnya dapat berpotensi mengkontaminasi lingkungan sekitar.

Peneliti Ombudsman, Mory Yana Gultom memperkirakan 200 ton limbah medis per hari yang tidak terolah dengan baik, sebanyak 138 ton di antaranya berasal dari penanganan Covid-19.

Jumlah tersebut dihitung dari jumlah kasus aktif yang mencapai sekira 175.000 orang pada akhir Januari ini. Dari jumlah tersebut, diperkiraan timbulan limbah medis sebanyak 1,88 kilogram per pasien.

Baca Juga: Kompetisi Sepak Bola Indonesia Lama Terhenti karena Pandemi, Ketua PSSI Buka Suara

Menurut Mory, masih banyak penanganan limbah medis yang tidak sesuai standar baik pada tahap pemilahan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, hingga penimbunan.

Ia juga mengatakan bahwa, dalam temuannya alat angkut limbah tidak sesuai dengan standar.

“Misalnya alat angkut yang kami temukan tidak sesuai standar, misalnya menggunakan ambulans, ojek online, atau angkutan yang tidak ada simbol,” kata Mory.

Selain itu, banyak limbah medis yang disimpan dalam waktu lama sebelum diangkut ke tempat pengolahan.

Baca Juga: Ulasan Ikatan Cinta 4 Februari 2021: Perjuangan Angga dan Michelle Membongkar Sebab Kematian Roy

Mory menilai, seharusnya limbah medis disimpan paling lama dua hari apabila cold storage yang dimiliki bersuhu di atas 0 derajat Celcius.

Mory juga mengatakan banyak fasilitas kesehatan yang tidak mengirimkan limbah medis secara berkala ke tempat pengolahan.

“Ada yang dalam satu tahun hanya satu kali pengangkutan limbah medis,” katanya.

Dikatakan olehnya bahwa, salah satu pemicunya tidak terkelolanya limbah dengan baik adalah tempat pengelolaan limbah medis di Indonesia yang terpusat di Jawa. Hal ini memicu pengiriman limbah dari luar Pulau Jawa memakan biaya tinggi.

Baca Juga: 4 Langkah Menolong Orang yang Pingsan, Jangan Berikan Bantal Di Bawah Kepala

“Di Jawa Barat misalnya sampai tujuh fasilitas, tapi di Papua tidak ada sama sekali. Ini berpengaruh pada banyak hal, biaya pengangkutan tinggi, mengakibatkan ketidakpatuhan pada standar yang ada,” ujar Mory.

Untuk menekan biaya tersebut, hal yang dilakukan adalah menimbun limbah medis sampai penuh dan baru dikirim ke pengelola.

Selain itu, Ombudsman juga menemukan tempat pembuangan sampah (TPS) medis yang tidak sesuai standar. Banyak pemerintah daerah juga tidak mencatat dengan baik timbulan limbah medis yang dihasilkan.

Baca Juga: Kematian Lina Jubaedah Dimanfaatkan untuk Iklan, Nathalie Holscher: Dipikir Keluarga yang Ditinggalkan!

Ombudsman meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Dalam Negeri untuk mengevaluasi aturan dan sistem terkait pengelolaan limbah agar dapat diterapkan di seluruh Indonesia.

Tak hanya itu, pemerintah juga harus memperkuat pengawasan terhadap pengelolaan limbah medis agar tidak mengkontaminasi atau mencemari lingkungan.

Pada November 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan timbulan limbah medis meningkat hingga 50 persen selama pandemi Covid-19.

Baca Juga: 4 Februari Peringati Hari Kanker Sedunia, Berikut 5 Makanan Pencegah Kanker

KLHK juga mencatat hanya 117 rumah sakit dari total 2.925 rumah sakit di Indonesia yang memiliki izin insinerator untuk memusnahkan limbah medis dengan metode pembakaran pada suhu minimum 800 derajat celcius.

Sedangkan jasa pengelola limbah B3 yang berizin hanya berjumlah 17 perusahaan dan sebagian besar berada di Pulau Jawa.***

Editor: Irwan Suherman

Sumber: Anadolu Agency

Tags

Terkini

Terpopuler