Menteri KLHK Diminta Turun dan Pecat Kepala Perhutani Jabar, Terkait Adanya Tambang Ilegal di Lahan Perhutani

5 April 2023, 15:36 WIB
Ilustrasi penambngan emas Ilegal /Rian S Putra/

BERITA MAJALENGKA - Pecinta Anak Bangsa dan Negara, meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk turun tangan dan memecat Kepala Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten.

Pasalnya, pihaknya membiarkan para penambang emas ilegal di kawasan lahan perhutani blok Cengal, Karangpaninggal Kabupaten Tasikmalaya.

Menurut Ketua Pecinta Anak Bangsa dan Negara, Iyus Suherman, penambang emas tersebut sudah beroperasi puluhan tahun tanpa ada tindakan apapun dari pihak Perhutani.

"Bayangkan saja penambang emas ilegal ini sudah menambang tanpa ijin, bebas bayar pajak, dan mereka bermain di pasar gelap, sehingga Negara tidak bisa mengontrol transaksi yang mereka lakukan selama kuran waktu 80-an silam," katanya kepada wartawan di Bandung, Rabu, 5 April 2023.

Baca Juga: Spoiler Bidadari Bermata Bening Episode 3 dan 4, Lengkap Link Nonton: Afif Menolak, Ayna Tidak Menyangka

Penambang ilegal ini bahkan pernah menyampaikan jika pihaknya memang sudah dapat perlindungan dari perhutani, sehingga merasa nyaman dan kondusif.

"Sementara negara tidak pernah mendapatkan pajak dan sumbangsih dari kawasan Perhutani blok Cengal itu, ini sangat miris, sebab Perum Perhutani yang dimiliki Negara ternyata melindungi rakyat yang berbuat jelas jelas melakukan pelanggaran dan kesalahan berat, khususnya dalam sektor pencemaran lingkungan, tapi dapat dilindungi oleh oknum Perhutani Jawa Barat," jelasnya. Ia menyebutkan tidak hanya kerugian materi, namun juga terdapat kerugian lingkungan akibat tambang ilegal ini.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menyebut, kerugian negara akibat tambang ilegal ini setidaknya bisa mencapai Rp 3,6 triliun.

Dia menyebut, kerugian negara akibat tambang emas ilegal pada 2020 tercatat mencapai Rp 3,4 triliun. Lalu, tambang ilegal timah juga menyebabkan negara rugi sekitar US$ 15 juta atau setara Rp 234 miliar (asumsi kurs Rp 15.613 per US$).

"Kerugian yang bisa kita hitung rugi uangnya gitu di 2020, emas misalnya menurut perhitungan kami negara bisa rugi Rp 3,4 triliun. Timah, negara bisa rugi US$ 15 juta," ungkapnya.

Ridwan menyebutkan, kerugian tersebut berdasarkan perhitungan selisih antara data jumlah ekspor melalui bea cukai dan data yang tercatat di Minerba.

"Dari data estimasi berdasarkan data yang ada di Minerba dibandingkan data ekspor yang keluar dari misal bea cukai, artinya selisih yang kita jual keluar itu tidak tercatat di kami," ucapnya.

Selain itu, tidak hanya kerugian dari sisi keuangan, Ridwan menyebutkan negara turut merugi dari sisi lingkungan. Pasalnya, negara harus menanggung pemulihan lingkungan yang rusak karena pertambangan ilegal. Hal tersebut karena tidak ada perusahaan yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan akibat pertambangan ilegal.

Baca Juga: Resep Tumis Buncis Udang, Menu Buka Puasa yang Mudah dan Satsetsatset

"Dari sisi kerusakan lingkungan jauh lebih besar, karena setiap jengkal tanah yang ditambang itu, kalau dia ilegal nanti kan harus negara yang memulihkan," pungkasnya.

Terpisah Ketua Badan Pengawas (BP) Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat, Dedi Kurniawan, menanggapi adanya penutupan tambang ilegal di Tasikmalaya mengatakan bahwa kami mendengar posisi mereka akan dimaafkan dan lalu disuruh menempuh ijin.

"Perihal ini persoalan nya tidak semudah itu. UUCK yg mengatur hal tersebut belum bisa dipergunakan. Kami tegas menolak tambang ilegal di kawasan hutan Lindung kelola Perhutani di Tasikmalaya dilegalkan," jelasnya.

Ditegaskannya, bahwa tambang yang sudah bertahun tahun itu sudah merugikan negara karena tanpa ijin juga di dalam kawasan hutan.

"Ini saya minta Gakkum KLHK turun.harus ada yg ditindak secara hukum. Dan Kami minta MenLHK serta APH melakukan upaya Hukum terlebih dahulu terhadap temuan tambang ilegal tersebut sesuai peraturan Kehutanan karena tidak ada ijin dan telah terjadi kerusakan lingkungan, " tegasnya.

Disinggung keterlibatan Perhutani, Dedi mengatakan dipastikan ada oknum perhutani dalam kasus ini karena tambang dalam kawasan perhutani sudah berlangsung lama.

"Sehingga jika terbukti oknum tersebut selain harus disanksi secara Institusi juga perlu tindakan hukum Aparat Penegak Hukum, " pungkas Dedi Kurniawan Aktifis Lingkungan yang juga Ketua Dewan Daerah WALHI Jabar.***

Baca Juga: Warning untuk Debitur Nakal, Bupati dan Kajari Indramayu Serahkan Data Baru Kasus BPR KR ke Kejati Jabar

Editor: Rian S. Putra

Tags

Terkini

Terpopuler